Laporan Payakumbuh — Dunia keamanan siber internasional digemparkan oleh prestasi luar biasa dua pemuda bersaudara asal Payakumbuh, Sumatera Barat, yang berhasil menembus sistem keamanan Apple dan NASA—dua institusi teknologi paling bergengsi di dunia. Keduanya adalah Rafli Anwar (22) dan Randi Anwar (19), yang kini mendapat perhatian besar dari komunitas ethical hacker global.
Prestasi itu bukan karena mereka melakukan kejahatan siber, melainkan karena keduanya terlibat dalam program Bug Bounty—kompetisi resmi yang mengundang para ahli keamanan digital untuk menemukan celah atau kelemahan sistem suatu perusahaan.
Apple dan NASA, melalui situs resmi mereka, memasukkan nama Rafli dan Randi dalam daftar “Top Security Researchers 2025”, sebuah penghargaan yang diberikan bagi penemu celah keamanan dengan kontribusi signifikan terhadap perlindungan data dan infrastruktur digital.
Dari Warnet ke Dunia Global
Siapa sangka, perjalanan dua anak muda ini bermula dari sebuah warnet kecil di pinggiran Kota Payakumbuh. Sejak usia SMP, Rafli dan Randi sudah tertarik mempelajari jaringan komputer dan keamanan sistem secara otodidak. Mereka belajar dari forum daring, kanal YouTube, hingga komunitas white hat hacker internasional.
“Kami dulu sering dimarahi karena terlalu lama di warnet,” ujar Randi sambil tertawa. “Tapi justru di sanalah kami belajar memahami dunia siber dan etika di baliknya.”
Ketekunan mereka berbuah hasil. Pada 2023, Rafli berhasil menemukan celah di sistem iCloud Authentication milik Apple yang memungkinkan potensi pengambilalihan akun pengguna tanpa izin. Temuan itu dilaporkan langsung melalui program Apple Security Bounty, dan mendapat apresiasi resmi serta hadiah senilai USD 15.000.
Setahun kemudian, sang adik, Randi, menelusuri sistem keamanan NASA pada subsistem Earth Data Portal dan menemukan bug yang berpotensi mengekspos data riset non-klasifikasi. NASA kemudian mengonfirmasi laporan tersebut dan memberikan penghargaan resmi melalui program NASA Vulnerability Disclosure.
Dapat Pengakuan Resmi
Kedua bersaudara itu kini menjadi simbol kebanggaan Payakumbuh. Pemerintah Kota bahkan berencana memberikan penghargaan daerah sebagai bentuk apresiasi atas prestasi yang membawa nama Indonesia ke kancah internasional.
Wali Kota Payakumbuh, Riza Falepi, menyebut pencapaian Rafli dan Randi menjadi bukti nyata bahwa anak muda dari daerah pun bisa bersaing di level global asalkan memiliki semangat belajar dan konsistensi.
“Mereka membuktikan bahwa kreativitas dan kecerdasan digital tidak mengenal batas wilayah. Payakumbuh boleh kecil, tapi semangat anak-anaknya besar,” ujarnya bangga.

Baca juga: Pemko Payakumbuh Perkuat Smart City Lewat Partisipasi di FEKDI dan IFSE 2025
Ditawari Kerja di Luar Negeri
Pasca prestasi tersebut, Rafli dan Randi mulai kebanjiran tawaran dari berbagai perusahaan teknologi besar, termasuk Google, Meta, dan Lockheed Martin. Namun keduanya mengaku masih ingin tetap tinggal di Indonesia untuk sementara waktu dan mengembangkan komunitas keamanan siber lokal.
“Kami ingin anak muda lain di Payakumbuh punya ruang belajar keamanan digital tanpa harus keluar negeri. Dunia siber itu masa depan, dan Indonesia harus siap,” kata Rafli.
Mereka kini aktif membina komunitas Cyber Youth Payakumbuh (CYP), tempat anak-anak SMA dan mahasiswa belajar tentang etika digital, penetration testing, dan pengamanan data. Komunitas ini sudah bekerja sama dengan beberapa kampus di Sumatera Barat untuk menyelenggarakan pelatihan gratis.
Tantangan dan Pesan Inspiratif
Meski kini dikenal luas, perjalanan mereka tak selalu mudah. Keterbatasan alat, jaringan internet yang tidak stabil, hingga pandangan negatif terhadap dunia hacking sempat membuat keduanya diragukan banyak orang. Namun, dukungan keluarga dan semangat pantang menyerah membuat mereka terus melangkah.
“Kami pernah dianggap peretas ilegal, padahal tujuannya melindungi sistem. Sekarang, justru dari itu kami bisa dikenal,” ujar Randi.
Mereka berpesan kepada generasi muda agar tidak takut belajar hal baru, terutama di bidang teknologi informasi. Menurut mereka, masa depan dunia akan sangat bergantung pada keamanan digital, dan Indonesia membutuhkan lebih banyak talenta siber yang berintegritas.
“Jangan tunggu pintar dulu baru mulai. Mulailah belajar dari hal kecil, dari laptop yang ada, dari koneksi internet seadanya. Dunia digital terbuka untuk siapa saja yang mau berjuang,” tutup Rafli.
Kini, nama dua bersaudara asal Payakumbuh itu tidak hanya tercatat di daftar peneliti keamanan global Apple dan NASA, tetapi juga menjadi inspirasi bahwa talenta dari pelosok negeri bisa menggetarkan dunia teknologi internasional.





